Thursday 8 January 2015

Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak


Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak

BACA JUGA  : Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak 

BACA JUGA  : Realitas Karakter Masyarakat Sasak Zaman Sekarang
  
BACA JUGA  : Hubungan Nilai Budaya Sasak dengan Pancasila sebagai Karakter Bangsa Indonesia

BACA JUGA  : Sistem Penanggalan Masyarakat Sasak Lombok '

BACA JUGA  : Hubungan Sistem Penanggalan Sasak dengan Ilmu Astronomi

BACA JUGA  : Fungsi Sistem Penanggalan Suku Sasak Lombok 

Fiosofi yang Mendasari Adat perkawinan Bangsawan Sasak - Bangsawan Sasak merupakan salah satu komunitas penduduk asli pulau Lombok. Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan sunda kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh selat Lombok dari Bali di sebelah Barat dan selat Alas di sebelah Timur Sumbawa. Lombok yang terkenal sebagai tempat wisata yang indah, dihuni oleh suku Sasak deangan budaya perkawinan yang cukup unik.

            Penduduk Lombok mayoritas beragama Islam, mulai dari sebelah Timur atau Lombok Timur sampai sebelah barat yaitu Lombok barat dan kota Mataraam. Masyarakatnya terkenal relegius  dengan simbol seribu masjidnya. Meskiipun demikian dalam konteks tradisi atau adat istiadat perkawinan bangsawan Sasak, nampaknya ada perbedaan cara pandang  dengan pola perkawinan masyarakat Sasak pada umumnya. Perkawinan pada sebagian bangsawan Sasak di Lombok dari hasil observasi maupun wawancara yang peneliti lakukan masih menerapkan pola perkawinan yang  diskriminatif, khususnya jika terjadi perkawinan antara kaum bangsawan dengan kalangan masyarakat biasa.   
            Munculnya perbedaan pandangan terhadap status atau kedudukan seseorang pada kalangan bangsawan Sasak tentu tidak dapat begitu saja dianggap sebagai sesuatu yang negatif sebelum ditelusuri asal muasalnya. Paling tidak,  pasti ada  filosofi yang mendasari keberadaannya sehingga dapat tetap hidup dan berkembang dalam budaya dan adat istiadat masyarakat Sasak. Dalam hubungan ini, berdasarkan hasil kajian peneliti, nampak bahwa mnculnya hal tersebut ternyata tidak terlepas apek sejarah perkembangan masyarakat Sasak. 
            Dilihat dari segi sejarahnya, , masyarakat Sasak pada awalnya berasal dari satu golongan yang sama yaitu sebagai masyarakat biasa, yang membentuk sebuah komunitas. Dari komunitas tersebut, ada salah satu dari mereka yang berprestasi dalam bidang sosial. Sehingga penghargaan atas prestasi sosial tersebut dilakukan dengan pemberian gelar bangsawan yang akan menjadi pembeda dari masyarakat lainnya. Dengan tujuan agar lebih dihormati oleh orang lain. Hal ini  berdasarkan  pendapat salah satu nara sumber  yaitu M. Yamin ( wawancara tanggal 20 juni 2010 ) yang mengatakan:
Pada dasarnya munculnya sistem atau pola yang berbeda dalam perkawinan bangsawan sasak dengan pola perkawinan masyarakat biasa dilatarbelakangi oleh perjaalanan sejarah masyarakat sasak, dimana secara manusiawi setiap manusia memiliki kecendrungan untuk menunjukkan identitas kelompoknya masing-masing;I …..salah satu penanda identitas itu adalah munculnya sekolmpok komunitas karena prestasi mereka dalam bidang social, dan membentuk komunitas bangsawan…yaaa mirip dengan zaman sekarang dimana orang-orang mengelompok karena identitas masing-masing seperti kelompok birokrat, kelompok tuan guru, kelompok pemulung dan sebagainya.
            Pernyataan diatas nampaknya sesuai dengan hasil kajian lainnya yang menyatakan bahwa munculnya perbedaan dalam adat perkawinan bangsawan sasak berawal dari adanya sistem stratifikasi dalam masyarakat Sasak. Menurut Waluyo ( 1986 ),masyarakat Sasak dibagi menjadi kelompok fungsionaris desa dan kampung serta kelompok masyarakat biasa. Kelompok fungsionaris ini meliputi pegawai administrasi pemerintah, adat dan agama. Kelompok ini biasa disebut pemuka masyarakat atau krame dese.Sedangkan masyarakat yang tidak tergolong kelompok pertama dinamakan kanoman.
            Pada zaman dahulu golongan yang dipercayai mengelola administrasi pemerintahan umumnya berasal dari golongan bangsawan atau menak. Golongan inilah yang mengklaim dirinya sebagai golongan yang menyimpan darah keturunan para datu       ( Raja ) di masa lampau. Keyakinan inipun pada  akhirnya berdampak terhadap aspek kehidupan lainnnya, termasuk dalam hal perkawinan
               Berdasaarkan dua keterangan diatas, dapat dijelaskan bahwa munculnya perbedaan atau strata dalam masyarakat Sasak ternyata tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah munculnya kerajaan-kerajaan di Lombok. Kemunculan kerajaan-kerajaan di Lombok yang menyisakan keturunan para raja pada gilirannya memunculkan komunitas-komunitas baru dan membentuk kesepakatan baru, yang menempatkan dirinya sebagai golongan yang berbeda dengan golongan yang lainya. Kesepakatan antar komunitas yang mengklaim dirinya sebagai golongan yang berdarah biru inilah yang pada akhirnya tertuang dalam kesepakatan adat. Kesepakatan adat inilah yang secara turun temurun tetap dilestarikan dan memasyarakat pada suku Sasak.konsep ini diperkuat oleh pendapat tokoh adat masyarakat sasak yang peneliti wawancarai yang mengatakan bahwa
Munculnya perbedaan dalam adat perkawinan bangsawan Sasak  karena adanya kesepakatan adat  dalam sebuah komunitas Sasak yang didasarkan pemikiran / pertimbangan bibit, bebet,dan bobot… bibit, bebet dan bobot ini terkait dengan keturunan… Selanjutnya pembedaan yang terjadi juga tidak  lepas dari sistem yang dianut. Sistem yang dianut bangsawan Sasak adalah sistem patrilinial, sama dengan sistem yang beraku pada masyarakat Jawa, dimana sistem ini menekankan bahwa  keturunan ditentukan oleh laki-laki…. Sistem ini pula yang pada akhirnya cenderung menempatkan kedudukan pihak laki-laki lebih tinggi dari kedudukan perempuan . Lalu Thamrin dan Bq. Ayuda  ( Wawancara tanggal 22 Juni 2010 )

            Jika dihubung-hubungkan beberapa pendapat di atas maka semakin jelas bahwa bahwa munculnya sistem pelapisan sosial pada masyarakat Sasak nampaknya menjadi  latar belakang yang paling kuat memunculkan perbedaan tersebut. Menjaga status kehormatan dari keturunan komunitas mereka merupakan hal yang penting dan utama untuk dipertahankan. Komunitas bangsawan yang terwakilkan oleh laki-laki sebagai penentu garis keturunan merupakan golongan yang berhak menyandang bibit,bobot dan bebet yang lebih tinggi dari kalangan masyarakat biasa   
            Sistem pelapisan sosial  masyarakat suku Sasak dengan demikian  didasarkan pada keturunan, yakni keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat kebangsaan paling atas adalah perwangsa raden dengan gelar “raden” untuk pria,  dan denda untuk wanita. Lapisan menengah dinamakan triwangsa dengan gelar Lalu untuk pria dan baiq untuk wanita. Lapisan ketiga adalah jajar karang dengan sebutan  Log untuk pria dan Le untuk wanita.( Ahmad ,wawancara tanggal 23 juni 2010 )
Masing-masing lapisan sosial masyarakat  di atas mempunyai kriteria dan kedudukan  tersendiri sebagimana dijelaskan  berikut ini :
a.   Golongan ningrat perwangse
Golongan ningrat dapat diketahui dari sebutan atau gelar yeng menempel didepan namanya seperti Raden, dende,Lalu dan Baiq. Nama depan keningratan seperti   Lalu adalah  untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah, sedangkan apabila mereka sudah menikah maka keningratannya adalah mamiq. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah Lale untuk yang belum menikah dan bagi yang sudah menikah nama depan ningratnya adalah mamiq Lale.
b.  Golongan Pruangse
Bape adalah sebutan untuk kaum laki-laki pruwngase yang sudah menikah. Sedangkan untuk kaum pruwangse yang belum menikah tidak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka. Misalnya seorang anak lahir bernama A, maka panggilan untuk ayah si anak adalah Bape A, sedangkan ibunya dipanggil inaq A. Disinilah perbedaan antara golongan Ningrat dan Pruangse.
c.  Golongan Bulu Ketujur atau Jajar Karang
Golongan Bulu Ketujur adalah golongan masyarakat biasa yang konon dulunya merupakan hulubalang sang raja. Pada golongan bulu ketujur ini ada sebutan Amaq bagi kaum laki-laki yang sudah menikah, sedangkan yang perempuan biasa disebut Inaq.Kebiasaan pada masyarakat sasak , nama kecil mereka akan hilang seteleh mereka mendapatkan anak, dan berganti nama dengan nama anak sulung mereka, ditambah dengan kata inaq atau amaq didepannya
            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munculnya pola adat perkawinan bangsawan sasak muncul sebagai buah dari perjalanan panjang sejarah masyaraakat sasak. Munculnya komunitas bangsawan sasak dengan menonjolkan identitas yang berbeda karena faktor keturunan dan kedekatan dengan kalagan penguasa pada akhirnya mengakibatkan munculya strata masyarakat antara golongan masyarakat biasa dan kalangan bangsawan. Alasan bebet, bobot dan bebet dan kesepakatan adat serta sistem patrilinial yang dianut menjadikan pola adat perkawinan pada kalangan bangsawan sasak jauh berbeda dengan adat perkawinan pada kalangan masyarakat biasa.

0 komentar:

Post a Comment