Friday 9 January 2015

Nilai Kasih Sayang dan Rela Berkorban dalam Novel Laskar Pelangi 2015

Nilai Kasih Sayang dan Rela Berkorban dalam Novel Laskar Pelangi 2015 -



  1. Nilai Kasih Sayang
Kasih mengasihi antarsesama manusia sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan. Dengan kasih sayang, kehidupan antarsesama akan semakin harmonis. Karena dengan begitu hubungan sesama manusia akan terhindar dari permusuhan. Selain itu juga akan timbul rasa persaudaraan yang akan berujung pada kehidupan yang aman dan tentram.
            Dalam novel Laskar Pelangi, nilai kasih sayang begitu banyak ditonjolkan oleh penulis. Salah satunya seperti yang terlihat dalam penggalan paragraf berikut :

“ Silahkan Ananda perkenalkan nama dan alamat rumah…” pinta Bu Mus Lembut pada anak Hokian itu ( Hirata, 2005:26 ).

Dari kutipan dialog tersebut, terlihat betapa Ibu Mus memiliki kasih sayang yang amat besar terhadap muridnya. Hal itu terbukti dari kata sapaan “Ananda” yang menunjukkan betapa Ibu Mus menyayangi muridnya seperti anaknya sendiri. Rasa kasih sayang seperti yang dimiliki oleh tokoh Ibu Mus inilah yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungan.
Manusia sesungguhnya adalah saudara satu dengan yang lainnya, oleh karena itulah dperlukan rasa kasih sayang untuk menciptakan suasana persaudaraan yang harmonis. Kasih sayang tdak hanya untuk sesama manusia tetapi juga dengan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan binatang. Karena pada hakikatnya semua makhluk hidup adalah sama ciptaan Tuhan yang patut untuk mendapatkan kasih sayang dan memberikan kasih sayang. 


  1. Rela Berkorban
Rela berkorban adalah prilaku rela untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak. Rela berkorban sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Novel Laskar Pelangi menggambarkan rela berkorban dalam kutipan berikut ini:

N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid, atau kami memanggilnya Bu Mus, hanya memiliki selembar ijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri), namun beliau bertekad melanjutkan cita-cita ayahnya-K.A. Abdul Hamid, pelopor sekolah Muhammadiyah di Belitong-untuk terus mengobarkan pendidikan Islam. Tekad itu memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, karena kami kekurangan guru-lagi pula siapa yang rela diupah beras 15 kilo setiap bulan? Maka selama enam tahun di SD Muhammadiyah, beliau sendiri yang mengajar semua mata pelajaran (Hirata, 2005:30).

            Dari kutipan di atas, terlihat betapa sosok Ibu Mus rela berkorban demi memajukan pendidikan Islam dan juga melanjutkan tekad ayah tercinta untuk melestarikan pendidikan Islam. Ibu Mus rela hidup serba kekurangan hanya untuk tekad tersebut.
            Selain pada kutipan di atas, pengarang juga menggambarkan rela berkorban dalam penggalan berikut ini :

Ia hanya berijazah SMA, nasibnya seperti Lintang. Mereka adalah dua orang genius yang kemampuannya dinisbikan secara paksa oleh tuntutan tanggung jawab pada keluarga. Mahar tak bisa meninggalkan rumah untuk berkiprah di lingkungan yang lebih mendukung bakatnya sejak ibunya sakit-sakitan karena tua. Sebagai anak tunggal ia harus merawat ibunya siang malam karena ayahnya telah meninggal (Hirata, 2005:476).

Selain pada Ibu Muslimah, rela berkorban juga digambarkan pada tokoh Mahar. Mahar yang rela mengubur mimpi-mimpinya untuk berkiprah di dunia seni demi menjaga ibunya yang sakit. Rasa rela berkorban seperti yang digambarkan pada tokoh-tokoh diatas patut dijadikan contoh dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.




 

0 komentar:

Post a Comment