Thursday 8 January 2015

Nilai - Nilai yang Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi 2015



Nilai - Nilai yang Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi 2015
Nilai - Nilai yang Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi 2015 - Novel Laskar Pelangi mampu memberikan kontribusi yang positif bagi para pembacanya. Hal ini dikarenakan keindahan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Selain itu, novel ini juga mampu memberikan motivasi dan inspirasi serta menggugah hati setiap pembacanya untuk senantiasa mensyukuri hidup dan kehidupan. Nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi ini akan lebih bermakna jika nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi adalah:

Baca Juga : SINOPSIS NOVEL LASKAR PELANGI TERBARU 2015


A.    Nilai Sosial
Sosial berarti memasyarakatkan atau saling berhubungan dan bergantung dengan orang lain. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dapat dijadikan sebagai suatu pelajaran bagi pembacanya agar para pembaca lebih mengerti akan kehidupan sosial dan mengetahui bagaimana cara yang tepat dalam berinteraksi sosial. Adapun nilai-nilai sosial yang ada dalam novel Laskar Pelangi antara lain :
  1. Nilai Kerukunan ( Toleransi )
Bangsa indonesia sudah menjalin kerukunan sejak dahulu kala. Hal ini terbukti dengan adanya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
            Dalam novel Laskar Pelangi, nilai-nilai kerukunan yang paling menonjol dibahas adalah nilai kerukuan antar suku dan kerukunan antarumat beragama. Kerukunan dari beberapa etnis yang tinggal dalam satu kampung yang sangat indah. Inilah kerukunan yang terjadi antara warga etnis Tionghoa yang telah puluhan tahun tinggal di Belitong dan warga melayu asli penghuni Pulau Belitong. Kehidupan yang rukun dan harmonis inilah yang harus kita petik dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kita hidup dengan orang yang memiliki suku dan agama yang berbeda, kita dituntut untuk senantiasa menjaga kedamaian agar tercipta kehidupan yang aman dan tentram. Begitulah yang dilakukan oleh masyarakat belitong. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan paragraf berikut:
Chiang Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap tahun. Sebuah acara semarak di mana seluruh warga tionghoa berkumpul. Tak jarang anak-anaknya yang merantau pulang kampung untuk acara ini. Banyak hiburan lain ditempelkan pada ritual keagamaan ini, misalnya panjat pinang, komidi putar, dan orkes Melayu, sehingga menarik minat setiap orang untuk berkunjung. Dengan demikian ajang ini dapat disebut sebagai media tempat empat komponen utama subetnik di kampong kami: orang Tionghoa, orang Melayu, orang pulau bersarung, dan orang Sawang berkumpul (Hirata,2005:259).

            Dari kutipan paragraf di atas dapat terlihat kerukunan antar suku dan antarumat beragama yang mendiami pulau Belitong. Seperti pada paragraf, disebutkan bahwa suatu ritual keagamaan yang sekiranya merupakan milik warga Tionghoa di pulau Belitong tidak hanya boleh dirayakan oleh orang Tionghoa saja, melainkan juga menjadi acara seluruh subetnik yang tinggal di kampung tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suku dan agama bukan menjadi penghalang untuk bersilaturrahmi dan menjaga perdamaian antar sesama. Nilai kerukunan seperti inilah yang diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam menjalani kehidupan sosial sehari-hari.

  1. Nilai Kepedulian
Kepedulian berasal dari kata dasar peduli yang artinya menghargai, menghormati, memperhatikan, mengindahkan, mengacuhkan dan menghiraukan. Kepedulian itu sendiri berarti suatu sikap dari dalam diri seseorang untuk mau menghargai, menghormati dan peduli kepada orang lain.
            Dalam novel Laskar Pelangi disajikan begitu banyak nilai kepedulian. Nilai kepedulian yang disisipkan penulisnya itu benar-benar mampu memberikan kontribusi yang positif bagi para pembacanya. Salah satu contoh nilai kepedulian yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi adalah seperti penggalan berikut ini :
“Kasian ayahku….”
Maka aku tak sampai hati memandang wajahnya.
“Barangkali sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginan sekolah, dan mengikuti jejak beberapa abang dan sepupu-sepupuku, menjadi kuli…” (Hirata,2005:3)

Dari kutipan di atas, dapat terlihat betapa besar kepedulian tokoh ‘Aku’ (Ikal) kepada sosok ayah tercinta. Ikal peduli akan kondisi perekonomian keluarganya hingga ia berpikir untuk mengubur angan-angannnya untuk mengenyam pendidikan. Rasa kepedulian yang diberikan itu semata-mata karena Ikal menghargai dan memperhatikan keadaan ayahnya.
            Rasa kepedulian seperti itulah yang diharapkan mampu diamalkan oleh pembaca untuk menjalani kehidupan. Dengan rasa peduli terhadap sesama niscaya akan tumbuh ikatan persaudaraan yang erat antarsesama makhluk sosial.

0 komentar:

Post a Comment